Siang itu matahari bersinar dengan terik tanpa ampun. Bahkan bagi
seorang Raka. Butir-butir keringat terlihat membasahi tubuh pria berusia 20
tahun itu. Ia berjalan di tepi jalan raya sambil mendorong motornya.
‘Sial! Baru juga hari pertama masuk kuliah, masa udah sial begini
sih!’ keluh Raka dalam hati. ‘Masa iya, balik-balik dari liburan panjang terus
muncul dengan tampang kucel lusuh begini gara-gara dorong motor?!’
Raka memandang jauh ke depan, namun sepertinya tidak ada tanda-tanda
bengkel motor terdekat. Dengan lesu ia kembali mendorong motornya.
‘Padahal dari kosan udah ganteng-ganteng necis, eeeh, malah begini!’
ia kembali menggerutu dalam hati.
Setelah agak lama berjalan, Raka melihat jam di tangannya. ‘Astaga!
Udah jam segini! Kalau dorong terus sampai kampus bisa telat nih!’
Akhirnya Raka memutuskan untuk menitipkan motor mogoknya pada sebuah
warung terdekat. Ia kemudian melanjutkan perjalanan dengan naik bus kota. Ia
memilih satu-satunya jenis bus di kota tersebut yang menyediakan fasilitas AC
di dalamnya. Tujuannya apa lagi kalau bukan untuk memperbaiki penampilannya
yang telah kusam ditelan jalan raya.
Raka memasuki bus dan langsung menuju bangku paling belakang. Ia
merebahkan punggungnya, memejamkan mata sambil menikmati desiran angin yang
berhembus dari AC. Tak lama kemudian bus berhenti di halte berikutnya, beberapa
penumpang naik ke dalamnya. Ketika Raka membuka mata, ia melihat seorang gadis
naik memasuki bus tersebut. Gadis itu berkulit putih dengan badan tinggi
semampai, rambut hitamnya yang lurus panjang dibiarkan tergerai. Ia memakai
kemeja dan celana jeans, membawa tas cangklong dan sebuah buku besar di
tangannya.
Raka menatap gadis cantik itu, terkesima. Bahkan mungkin ia tidak
sadar bahwa mulutnya sampai ternganga. Merasa dipandangi, gadis itu menatap
balik Raka. Mereka saling tatap menatap selama beberapa detik. Akhirnya gadis
itu melepaskan tatapannya lebih dulu dan duduk di deretan bangku tengah.
Jantung Raka berdebar tak karuan. Keringat yang tadinya sempat mengering karena
hawa AC kembali menetes. Gadis itu benar-benar sesuai dengan tipenya! Gadis
cantik dengan penampilan sederhana. Dan ia membaca buku! Gadis macam apa yang
membaca buku kuliah sembari naik bus kota di siang hari seperti ini? Apalagi di
zaman seperti sekarang ini. Biasanya gadis-gadis membaca novel atau majalah,
atau malah tidak membaca sama sekali, hanya memainkan Blackberry-nya. Terlebih
lagi, biasanya mereka tidak naik bus kota. Apalagi di kota pelajar ini.
Bukan hanya cantik, tetapi Raka yakin bahwa gadis itu juga punya
otak. Fakta itu semakin membuatnya panas dingin. ‘Ajak kenalan gak ya?’
batinnya terus bergelut sementara bus kota sebentar lagi sampai di halte
kampusnya. Raka mulai bergerak resah di tempat duduknya. Ia berdiri, seolah
akan menghampiri gadis itu, namun kemudian ia duduk lagi. Begitu seterusnya
sampai ia tak sadar bahwa bus kota akhirnya berhenti di halte kampusnya.
Raka terkejut setengah mati. Mau tak mau ia akhirnya berjalan menuju
pintu keluar. Ia melewati gadis itu, memandangnya untuk terakhir kali. Si gadis
mendongakkan kepala dari bukunya ketika Raka lewat. Saat mereka beradu pandang,
Raka mencoba tersenyum, namun yang muncul adalah cengiran aneh, saking
gugupnya. Tanpa dinyana, si gadis membalas senyumannya, manis sekali. Tubuh
Raka limbung, seolah tulang-tulang di dalamnya lenyap seketika. Desir aneh
terjadi dalam perut dan dadanya. Hingga akhirnya ia terdorong keluar bus oleh
penumpang-penumpang lain.
Sampai di kampus, Raka menjalani hari pertamanya kuliah setelah
liburan panjang dengan ceria. Namun keceriaannya ternoda oleh kenyataan bahwa
ia tak sempat mengajak gadis bus kota itu berkenalan. Keresahan terus menjalari
hati Raka. Sore harinya di kantin kampus, ia menceritakan kejadian tersebut
pada Gilang, sahabatnya.
“Belum pernah aku kayak gini sebelumnya Lang, jadi gak ada
keberanian gitu buat ngajak dia kenalan. Langsung mati gaya seketika!”
Gilang tertawa. “Ya udah, besok kalau emang jodoh juga pasti ketemu
lagi,”
Raka cemberut. “Eh, kapan kamu mau ngenalin pacar barumu? Buset dah,
liburan dua bulan aja udah langsung dapet pacar baru!”
Gilang tertawa lagi. “Iya minggu depan ya. Eh, kamu tuh mau aku
kenalin sama saudaranya cewekku, gimana kalau sekalian? Siapa tahu cocok,”
“Ah, ogah ah! Gak mau. Aku masih kepikiran sama si cewek buskotaitu.
Aku gak bisa ketemu sama yang lain dulu sekarang,”
“Ya elah, buat nambah temen doang,”
“Ya udah lihat-lihat minggu depan deh,”
***
Seminggu kemudian, malam itu Raka duduk sendirian di sebuah kafe. Ia
menunggu kedatangan Gilang dan pacar barunya. Segelas coke dan dua
batang rokok sudah dihisap habis oleh Raka ketika akhirnya yang ditunggu muncul
juga. Gilang memasuki kafe, diikuti seorang gadis cantik di belakangnya.
‘Itu dia si Gilang. Eh, tunggu! Cewek itu, bukannya…?’ Raka tergagap
dalam hati ketika melihat sosok gadis yang datang bersama Gilang.
Gilang dan pacar barunya menghampiri Raka. “Raka, kenalin ini
pacarku, Resty. Resty, ini Raka, yang sering aku ceritain.”
Raka mencoba menyembunyikan keterkejutannya saat ia bersalaman
dengan Resty. Resty adalah gadis bus kota itu! Walaupun malam ini ia tampak
sedikit berbeda. Potongan rambut Resty jauh lebih pendek dan bergelombang
daripada rambutnya ketika bertemu di bus kota. Namun selain itu, perawakan,
wajah dan senyumnya sama! ‘Mungkin ia mengubah gaya rambutnya’, batin Raka.
Hati Raka berdesir kecewa. Resty sepertinya sama sekali tidak ingat
bahwa ia pernah bertemu dengan Raka sebelumnya. Raka juga tidak ingin membahas
hal itu. Biarlah itu menjadi rahasia dalam dirinya. Ia tidak ingin Gilang tahu
bahwa pacarnya adalah gadis yang ditaksir oleh sahabatnya sendiri.
Pelayan kafe datang dan memberikan menu. “Kita pesannya nanti ya
Mas, masih nunggu satu orang lagi,” ujar Gilang pada pelayan kafe.
“Siapa yang mau datang lagi?” tanya Raka.
“Saudaranya Resty yang waktu itu aku ceritain,”
“Oh,” Raka tidak terlalu ambil pusing dengan perkenalan yang diatur
oleh Gilang itu. Saat ini perhatiannya terfokus pada kenyataan bahwa gadis yang
selama ini menghantui pikiran dan hatinya ternyata adalah pacar sahabatnya. Ia
mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana ia bisa begitu bodoh? Mengapa sebelumnya ia
tidak lebih cepat mencari tahu sosok pacar baru Gilang, atau meminta dikirimi
foto mereka berdua?
Tak lama kemudian sosok yang dinanti-nanti akhirnya datang. Seorang
gadis, saudara Resty, datang menghampiri meja Raka, Gilang, dan Resty. Ia duduk
di kursi kosong di samping Raka sambil menyalami Gilang dan Resty. Sementara
Raka masih kalut dengan pikirannya sendiri sambil tertunduk mengaduk-aduk
minumannya.
“Heh, Raka!” seru Gilang. “Ini lho saudaranya Resty udah dateng,
kenalin gih! Namanya Desty,”
Raka mendongak dan saat itu keterkejutannya semakin menjadi-jadi.
Tanpa sadar ia menjabat tangan Desty dengan mulut ternganga. Desty tertawa. “Kita
pernah ketemukansebelumnya,”
Raka mengerjapkan matanya, ia tak mempercayai penglihatannya.
“Iya kan? Seminggu yang lalu di bus kota kan? Siang-siang itu, masa
kamu lupa?” kata-kata Desty menghantam telinga Raka.
Raka hanya bengong sambil bergantian memandang Resty dan Desty, yang
ternyata saudara kembar.
cerpen ini saya kutip dari www.tumblr.com
jika ada yang tersinggung karna saya mem-post kan hasil karyanya,, sayamohon maaf, karena tidak lain tidak bukan, saya mem-postkan cerpen ini hanya untuk membantu teman saya yang ingin membaca cerpen tersebut, terimkasih!!